Tawazun
Selasa,
13 Maret 2012
Oleh : Agus Mulyana ( Ketua LDK UKDM UPI 2012 )
Tawazun dari segi bahasa berasal dari kata tawazana yang mempunyai arti
seimbang, tawazun pun bermakna memberi sesuatu akan haknya, tanpa ada
penambahan dan pengurangan. Sementara bagi para aktivis dakwah tawazun bisa
diartikan bagaimana seorang da’I dapat mengatur dirinya sendiri, menyeru dan
membina orang lain untuk memenuhi aspek-aspek kebutuhannya secara seimbang.
Jalan dakwah yang akan kita lalui saat ini masih
panjang dan sangat panjang, bahkan sepanjang usia zaman itu sendiri. Untuk bisa
mengarungi jalan yang sangat panjang itu dibutuhkan sikap tawazun dalam
berjuang. Mana mungkin mampu kita melalui jalan dakwah ini ketika tidak
memiliki jiwa seorang pejuang yang mempunyai sikap tawazun. Bagi kita seorang
kader dakwah sikap tawazun itu bisa direfleksikan dalam bentuk mampu memenej
dan mengarahkan “perahu dakwah” ini seoptimal mungkin. Sehingga seluruh elemen
yang ada didalam “perahu dakwah” dapat berfungsi dan berkontribusi secara
optimal untuk perjuangan Dan tentu saja, semuanya dikelola secara sinergis
dengan semangat ta’awun antara elemen.
Rasululloh saw. adalah sosok yang ideal untuk dijadikan model dalam pelaksanaan konsep tawazun.
Beliau adalah orang yang memiliki keimanan yang
kuat, pemimpin dan ahli ibadah yang zuhud, ahli strategi perang yang sangat
berani, panglima yang gigih, teguh dan agung. Di lingkungan keluarga, beliau
adalah sebaik-baik pemimpin keluarga sekaligus guru, baik terhadap istri,
anak-anak maupun seluruh kerabat. Rasululloh selalu tawazun antara urusan dunia
dan akhirat, sehingga pantas beliau menjadi panutan umat Islam dalam sikap
ketawazunannya.
Sikap
ketawazunan yang rasululloh ajarkan kepada kita harus menjadi contoh yang bisa
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Agar kehidupan kita penuh sikap
ketawazunan seperti Rasululloh sekurang-kurangnya diperlukan 5 syarat, yaitu :
Pertama, kondisi ruhiyah yang prima, sebagai bahan bakar utama
perjuangan. Kedua, meningkatnya ilmu dan wawasan intelektual, agar bisa membuka
jalan-jalan baru dan tidak mengalami stagnasi daya nalar dan keengganan
beramal. Ketiga, pembiasaan sejak dini hingga menjadi kebiasaan dalam
kehidupan. Keempat, fisik yang sehat dan kuat agar seluruh rencana bisa
dijalankan. Dalam hal ini, kita perlu lebih memperhatikan aspek keselamatan.
Kelima, sikap mental yang positif, agar mampu memikul beban hidup dengan
kemauan yang kuat, berani mennghadapi tantangan, dan mampu mengendalikan emosi.
Begitulah seharusnya kepribadian
kader yang tawazun, tidak mudah goyah dan lemah, keseimbangan pribadinya tetap
melekat saat dihadapkan pada berbagai kesulitan dan persoalan hidup. Dan
indikator adanya keseimbangan diri pada seseorang adalah jika ia mampu memikul
seluruh mas’uliyah dan tugas-tugas dengan tabah. Wallahualam